
"Superfood" Daun Kelor: NIlai Gizi, Ekonomi, dan Lingkungan
Repost - kompas.com
Kuntoro Boga Kepala PSI Perkebunan, Kementan
TANAMAN kelor (Moringa Oleifera) adalah salah satu komoditas perkebunan yang telah lama menjadi bagian dari budaya dan kehidupan masyarakat Indonesia, digunakan dalam kuliner, pengobatan tradisional, serta kepercayaan lokal. Daunnya sering dimasak sebagai sayur bening, campuran urap, atau dikonsumsi sebagai lalapan karena kaya nutrisi.
Dalam pengobatan tradisional, kelor dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai penyakit seperti demam, tekanan darah tinggi, dan gangguan pencernaan. Rebusan daunnya sering diminum sebagai tonik alami, sementara biji dan akarnya digunakan untuk meredakan nyeri sendi serta mengobati luka.
Selain manfaat kesehatan, kelor juga memiliki makna spiritual dalam budaya masyarakat Indonesia. Di beberapa daerah, tanaman ini dipercaya dapat menangkal energi negatif dan ilmu hitam. Dalam budaya Jawa, daun kelor sering digunakan dalam ritual pembersihan diri atau disimpan di rumah untuk menjaga keharmonisan keluarga.
Bahkan dalam upacara kematian, kelor dipercaya membantu roh agar beristirahat dengan tenang. Meski kepercayaan ini bersifat simbolis, praktiknya masih bertahan hingga kini. Seiring berkembangnya penelitian ilmiah, kelor kini semakin diakui tidak hanya dalam konteks budaya dan tradisi, tetapi juga dalam bidang kesehatan, ekonomi, dan lingkungan secara lebih luas.
Daun Kelor sebagai "Superfood"
Kelor semakin mendapat perhatian sebagai produk bernutrisi tinggi dengan potensi besar untuk dikembangkan dalam berbagai industri. Karena manfaat nutrisinya yang luar biasa, kelor kini diakui sebagai superfood, yaitu makanan dengan kandungan gizi tinggi yang memberikan manfaat kesehatan signifikan.
Selain sebagai bahan pangan, produk berbasis biji kelor juga mulai digunakan dalam industri kosmetik, sehingga memperluas nilai ekonominya di berbagai sektor. Dengan pendekatan tepat, kelor dapat menjadi komoditas unggulan yang bernilai ekonomi tinggi serta berkontribusi pada penguatan industri pangan berbasis sumber daya lokal.
Kelor juga memiliki manfaat kesehatan yang telah dibuktikan melalui berbagai penelitian ilmiah. Daun kelor kaya akan protein nabati yang berperan penting dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh. Kandungan vitamin A, B, dan C dalam jumlah tinggi membantu menjaga kesehatan mata, metabolisme energi, serta sistem imun tubuh.
Selain itu, β-karoten dalam daun kelor berfungsi sebagai antioksidan alami yang melindungi kesehatan mata, sementara flavonoidnya membantu tubuh melawan radikal bebas dan mengurangi risiko penyakit kronis.
Penelitian juga menunjukkan bahwa suplementasi ekstrak daun kelor dapat meningkatkan kadar hemoglobin hingga 58 persen dan ferritin serum hingga 50 persen, sehingga membantu mencegah anemia pada ibu hamil. Selain itu, daun kelor diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol, memiliki sifat antiinflamasi, serta membantu penderita diabetes dalam menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan respons insulin.
Dengan berbagai manfaatnya, kelor semakin mengukuhkan posisinya sebagai superfood yang tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan tetapi juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Oleh karena itu, penguatan ekosistem produksi dan distribusi kelor perlu terus didorong agar manfaatnya dapat dirasakan secara lebih luas.
Mendorong Ekspor Kelor
Di tengah meningkatnya permintaan global terhadap produk pangan sehat dan alami, Indonesia mencatat pencapaian gemilang dalam ekspor bubuk kelor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor daun kelor Indonesia mengalami lonjakan signifikan dengan volume mencapai 4.350 ton dan nilai ekspor sebesar 13,75 juta dollar AS pada periode Januari-September 2024.
Daerah penghasil utama seperti Blora (Jawa Tengah), Sumenep (Madura), dan Nusa Tenggara Timur (NTT) berperan besar dalam memenuhi permintaan global, dengan tujuan ekspor utama ke China, Malaysia, Australia, dan Afrika. Lonjakan permintaan terutama terjadi di China, yang mencatat nilai ekspor hingga 7,39 juta dollar AS.
Untuk memperkuat daya saing ekspor, Kementerian Pertanian (Kementan) bersama pemerintah daerah di beberapa provinsi secara aktif mendorong pertumbuhan industri kelor melalui berbagai program strategis. Di antaranya adalah memberikan pelatihan ekspor, pemahaman regulasi global, serta strategi pemasaran.
Program ini telah melahirkan berbagai kisah sukses, seperti PT Keloria Moringa Jaya, yang meningkatkan ekspor dari 20 kg pada 2021 menjadi 300 kg per pengiriman, dengan pendapatan mencapai 5.400 dollar AS (Rp 84 juta) per bulan. Selain itu, Desa Devisa Daun Kelor di Sumenep, Madura, juga mengalami perkembangan pesat, dengan produksi bubuk kelor meningkat dari 500 kg/hari menjadi 1,5 ton/hari.
Efisiensi biaya produksi yang mencapai Rp 14.400/kg memungkinkan sekitar 90 persen hasil produksi diekspor ke Malaysia, Amerika Serikat, dan Eropa, dengan dukungan fasilitas pengering, mesin tepung, serta sertifikasi organik untuk memenuhi standar internasional.
Dampak ekonomi dan sosial dari ekspor bubuk kelor sangat signifikan, terutama bagi kesejahteraan petani dan pelaku usaha kecil menengah (UMKM). Lebih dari 1.700 petani di 9 desa di Madura terlibat dalam produksi kelor, yang secara langsung meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
Secara makro, ekspor bubuk kelor telah menyumbang devisa negara yang cukup besar, mencapai Rp 217,89 miliar pada periode Januari-September 2024. Untuk memperkuat ekspor di masa depan, strategi pengembangan terus dilakukan melalui inovasi produk, seperti teh kelor, minyak kelor, dan kapsul suplemen, guna menembus pasar kesehatan premium. Ekspansi pasar juga difokuskan pada negara-negara dengan permintaan tinggi terhadap produk herbal, seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Pertanian Berkelanjutan Tanaman Kelor
Tanaman kelor memiliki potensi besar dalam mendukung pertanian berkelanjutan dan pelestarian lingkungan. Kemampuannya untuk tumbuh di berbagai jenis tanah, termasuk yang kurang subur, serta toleransinya terhadap kondisi ekstrem seperti kekeringan, menjadikannya tanaman yang ideal untuk daerah dengan degradasi tanah atau keterbatasan air. Selain itu, kelor dapat digunakan dalam sistem tumpangsari, yang membantu meningkatkan keanekaragaman hayati pertanian, termasuk ternak dan mengurangi ketergantungan pada satu jenis tanaman.
Dengan sistem akar yang kuat, tanaman ini juga berkontribusi dalam pencegahan erosi dan meningkatkan kesuburan tanah secara alami, menjadikannya pilihan yang tepat untuk program rehabilitasi lahan kritis dan pengembangan peternakan kambing, domba atau sapi.
Selain manfaatnya dalam pertanian, kelor juga memiliki kontribusi signifikan terhadap pelestarian lingkungan. Tanaman ini mampu menyerap karbon dioksida (CO2) lebih efektif dibandingkan banyak tanaman lain, sehingga membantu dalam mitigasi perubahan iklim dan penghijauan lahan yang terdegradasi.
Kelor juga berperan dalam konservasi air karena akarnya yang dalam membantu menyimpan air dalam tanah, meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman lain. Lebih dari itu, biji kelor memiliki sifat biofiltrasi yang mampu menjernihkan air dari bakteri dan zat pencemar, menjadikannya solusi alami bagi daerah yang memiliki keterbatasan akses terhadap air bersih.
Dari aspek sosial dan ekonomi, kelor memberikan manfaat besar bagi petani lokal. Dengan teknik budidaya yang sederhana dan biaya produksi yang rendah, tanaman ini dapat menjadi sumber pendapatan tambahan bagi petani kecil. Di beberapa negara, kelor telah diintegrasikan dalam program agroforestri, di mana tanaman ini ditanam bersama tanaman kehutanan lainnya untuk memperbaiki ekosistem lokal.