• Jl. Tentara Pelajar No. 1, Bogor 16111
  • (0251) 8313083; WA: 085282566991
  • [email protected]
Logo Logo
  • Beranda
  • Profil
    • Overview
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Tugas & Fungsi
    • Pimpinan
    • Satuan Kerja
    • Sumber Daya Manusia
    • Logo Agrostandar
  • Informasi Publik
    • Portal PPID
    • Standar Layanan
      • Maklumat Layanan
      • Waktu dan Biaya Layanan
    • Prosedur Pelayanan
      • Prosedur Permohonan
      • Prosedur Pengajuan Keberatan dan Penyelesaian Sengketa
    • Regulasi
    • Agenda Kegiatan
    • Informasi Berkala
      • LHKPN
      • LHKASN
      • Rencana Strategis
      • DIPA
      • RKAKL/ POK
      • Laporan Kinerja
      • Capaian Kinerja
      • Laporan Keuangan
      • Laporan Realisasi Anggaran
      • Laporan Tahunan
      • Daftar Aset/BMN
    • Informasi Serta Merta
    • Informasi Setiap Saat
      • Daftar Informasi Publik
      • Standar Operasional Prosedur
      • Daftar Informasi Dikecualikan
      • Kerjasama
  • Publikasi
    • Buku
    • Pedum/ Juknis
    • Infografis
  • Reformasi Birokrasi
    • Manajemen Perubahan
    • Deregulasi Kebijakan
    • Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
    • Penataan dan Penguatan Organisasi
    • Penataan Tata Laksana
    • Penataan Sistem Manajemen SDM
    • Penguatan Akuntabilitas
    • Penguatan Pengawasan
  • Kontak

Berita BRMP Perkebunan

Pusat Perakitan dan Modernisasi Perkebunan

Thumb
8 dilihat       15 Juni 2025

Mengembalikan Kejayaan Gambir Indonesia

Repost - antaranews.com

Kuntoro Boga Andri Kepala BRMP Perkebunan, Kementan

Jakarta (ANTARA) - Pada suatu masa, gambir menjadi salah satu komoditas primadona Indonesia di pasar internasional. Tanaman khas Sumatera Barat ini dikenal luas karena kandungan senyawa aktifnya yang bernilai tinggi, seperti katekin dan tanin, yang digunakan dalam berbagai industri, mulai dari farmasi, kosmetika, makanan, hingga penyamakan kulit.

Namun, hari ini, suara riuh pelabuhan yang dulu ramai mengirim gambir ke India, Tiongkok, dan Eropa mulai sayup terdengar. Kita tengah menyaksikan sebuah ironi, dimana komoditas berpotensi besar ini justru kian terpinggirkan dari panggung ekspor Indonesia.

Di tengah krisis pangan global, tren green product, dan meningkatnya permintaan pasar terhadap bahan alami, gambir seharusnya kembali diperhitungkan. Produk ini mengandung katekin murni hingga 40–55 persen, yang memiliki khasiat antioksidan, antivirus hingga antikanker.

Kandungan senyawa ini dalam gambir lebih tinggi dibandingkan sumber lain, seperti teh hijau. Dalam laporan resmi berbagai lembaga riset internasional, katekin disebut sebagai komponen penting dalam suplemen peningkat imun dan produk kosmetik premium. Tidak heran jika pasar dunia mulai menaruh perhatian lebih besar pada gambir.

Kemudian yang jadi pertanyaan adalah, mampukah Indonesia memanfaatkan potensi gambir ini?

Usahatani menguntungkan

Salah satu fakta mencengangkan mengenai gambir datang dari penelitian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro, sekarang menjadi BRMP Tanaman Rempah dan Obat), yang dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa usahatani gambir sejatinya sangat menguntungkan secara ekonomi. Nilai net present value (NPV) mencapai hampir Rp100 juta, internal rate of return (IRR) sebesar 57 persen, dan benefit-cost ratio 1,61.

Petani di Solok Bio-Bio, salah satu sentra gambir, bisa mendapatkan pendapatan hingga Rp1,6 juta per hektare per tahun, angka yang tidak kecil di tengah kondisi harga komoditas perkebunan yang fluktuatif. Namun, potensi keuntungan itu seolah tidak tersentuh oleh sebagian besar petani gambir lain di Indonesia.

Masalah utama terletak pada struktur produksi gambir yang masih bersandar pada cara-cara tradisional. Teknik pengolahan gambir, mulai dari perebusan daun, pengepresan, hingga pengeringan, masih menggunakan alat manual dan tungku kayu. Akibatnya, kualitas gambir yang dihasilkan sering tidak konsisten. Ketika mutu produk tidak terstandar, harga pun fluktuatif.

Para petani gambir hanya menjadi "pengikut pasar", bukan penentu arah nilai jual produknya. Lebih jauh, tidak banyak petani yang memahami pentingnya kadar tanin dan katekin dalam menentukan kualitas gambir. Ini menjadi penghalang besar untuk masuk ke pasar ekspor yang mensyaratkan standar mutu tinggi.

Hilirisasi Tertinggal

Di sisi hilir, Indonesia menghadapi tantangan lebih pelik. Industri pengolahan gambir masih sangat minim. Hampir seluruh produksi diekspor dalam bentuk blok mentah. Padahal, di luar negeri, produk ini diproses lebih lanjut menjadi ekstrak katekin bernilai tinggi yang digunakan dalam obat-obatan dan kosmetik.

Ketika satu kilogram gambir mentah dijual dari petani seharga Rp20.000 hingga Rp30.000, produk ekstraknya bisa bernilai hingga 10 kali lipat, setelah melalui proses industri. Dengan kata lain, sebagian besar nilai tambah justru dinikmati di luar negeri.

Padahal, pemerintah telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3391-2000) dan menerbitkan SOP pengolahan gambir, termasuk parameter mutu, seperti kadar air, kadar tanin, dan kebersihan. Tetapi, regulasi ini belum sepenuhnya sampai ke tangan petani. Banyak dari mereka, bahkan tidak mengetahui adanya SNI tersebut.

Dalam praktiknya, tidak sedikit produk ekspor, termasuk gambir, yang ditolak karena tidak memenuhi standar negara tujuan, terutama Jepang dan negara-negara Eropa yang mewajibkan sertifikasi organik dan keamanan produk.

Gambir, yang dahulu menjadi identitas perdagangan Sumatera Barat, kini terperangkap dalam struktur ekonomi yang tidak adil. Petani tetap miskin di tengah komoditas bernilai tinggi. Tengkulak mengambil posisi dominan dalam rantai pasok, sementara pemerintah dan pelaku industri masih mencari-cari formula yang pas untuk membangkitkan industri gambir nasional. Ini bukan hanya persoalan pertanian, melainkan cerminan dari masih perlunya digali sistem dalam membangun ekosistem ekspor yang berpihak pada produsen lokal.

Reposisi Gambir

Meskipun demikian, secercah harapan tetap ada. Seiring meningkatnya kesadaran global akan produk berkelanjutan, gambir berpeluang besar menjadi bintang baru ekspor Indonesia. Negara-negara, seperti Jepang, Korea, dan Jerman, menunjukkan minat tinggi terhadap produk turunan tanaman tropis yang berbasis bahan aktif alami. Jika Indonesia mampu menyediakan gambir dengan kualitas stabil dan tersertifikasi, peluang pasar terbuka lebar.

Untuk itu, diperlukan langkah strategis dan sinergis. Pertama, perlu dilakukan modernisasi proses budi daya dan pengolahan gambir di tingkat petani. Teknologi pemerasan hidrolik, ruang pengeringan bersih, dan alat pengukur kadar tanin harus tersedia dan terjangkau. Pelatihan pascapanen harus diperluas, tidak hanya melalui penyuluh pertanian, tetapi juga kolaborasi dengan universitas dan lembaga riset.

Kedua, pembentukan koperasi petani gambir yang kuat sangat penting. Koperasi ini harus berperan aktif dalam pengumpulan produk, pengolahan, hingga sertifikasi dan pemasaran kolektif. Hanya dengan kelembagaan yang solid, posisi tawar petani bisa meningkat. Mereka juga akan lebih mudah mengakses pembiayaan dan bantuan pemerintah yang selama ini tersebar dalam berbagai skema program.

Ketiga, investasi di sektor hilir harus didorong. Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal bagi pelaku industri yang ingin mengembangkan produk turunan gambir, seperti teh herbal, ekstrak katekin, dan kosmetik alami. Kawasan industri kecil dan menengah (IKM) berbasis gambir bisa menjadi motor baru pembangunan ekonomi perdesaan.

Keempat, promosi gambir sebagai bagian dari brand nasional perlu digencarkan. Sebagaimana kopi dan rempah lainnya, gambir bisa menjadi simbol baru Indonesia dalam perdagangan dunia. Pameran internasional, diplomasi dagang, hingga pengembangan produk-produk heritage berbasis gambir dapat membuka cakrawala baru bagi pengakuan global.

Terakhir, riset dan kebijakan harus berjalan beriringan. Universitas dan balai/pusat penelitian, seperti BRMP Perkebunan, mesti difasilitasi untuk menjawab kebutuhan industri. Pemerintah harus responsif terhadap perkembangan teknologi, pasar, dan kebutuhan pelaku usaha. Tanpa payung kebijakan yang progresif dan berpihak, semua upaya teknis bisa stagnan di tengah jalan.

Gambir bukan hanya dedaunan yang diperas dan dikeringkan. Ia adalah identitas lokal, sumber daya nasional, dan potensi masa depan ekspor.

Kita memiliki lahan, petani, dan sejarah. Hal yang kita perlukan adalah keberanian untuk bertransformasi. Ketika dunia mencari solusi alami untuk kesehatan dan keberlanjutan, Indonesia seharusnya berdiri di depan, membawa gambir sebagai jawaban tropis dari hutan-hutan Sumatera untuk dunia.

Sudah saatnya kita tidak sekadar menjadi pengirim bahan mentah. Sudah waktunya Indonesia naik kelas menjadi produsen, pengolah, dan pemimpin pasar gambir global.

 

Prev Next

- PSI Perkebunan


Pencarian

Berita Terbaru

  • Thumb
    Menggali Potensi Devisa dari Ekspor Lada Indonesia
    15 Jun 2025 - By PSI Perkebunan
  • Thumb
    Potensi Kelapa Genjah dan Pemenuhan Santan
    14 Jun 2025 - By PSI Perkebunan
  • Thumb
    Nilai Ekonomi dan Potensi Ekspor Kopi Luwak Indonesia
    13 Jun 2025 - By PSI Perkebunan
  • Thumb
    BPDP Mulai Susun Kajian Potensi dan Proyeksi Harga Kelapa Nasional
    12 Jun 2025 - By PSI Perkebunan

tags

BRMP Perkebunan Gambir

Kontak

(0251) 8313083; WA: 085282566991
(0251) 8336194
[email protected]

Jl. Tentara Pelajar No. 1
Bogor 16111 - Jawa Barat
Indonesia
16111

website: https://perkebunan.brmp.pertanian.go.id/

© 2025 - 2025 Pusat Perakitan dan Modernisasi Perkebunan. All Right Reserved