• Jl. Tentara Pelajar No. 1, Bogor 16111
  • (0251) 8313083; WA: 085282566991
  • [email protected]
Logo Logo
  • Beranda
  • Profil
    • Overview
    • Visi & Misi
    • Struktur Organisasi
    • Tugas & Fungsi
    • Pimpinan
    • Satuan Kerja
    • Sumber Daya Manusia
    • Logo Agrostandar
  • Informasi Publik
    • Portal PPID
    • Standar Layanan
      • Maklumat Layanan
      • Waktu dan Biaya Layanan
    • Prosedur Pelayanan
      • Prosedur Permohonan
      • Prosedur Pengajuan Keberatan dan Penyelesaian Sengketa
    • Regulasi
    • Agenda Kegiatan
    • Informasi Berkala
      • LHKPN
      • LHKASN
      • Rencana Strategis
      • DIPA
      • RKAKL/ POK
      • Laporan Kinerja
      • Capaian Kinerja
      • Laporan Keuangan
      • Laporan Realisasi Anggaran
      • Laporan Tahunan
      • Daftar Aset/BMN
    • Informasi Serta Merta
    • Informasi Setiap Saat
      • Daftar Informasi Publik
      • Standar Operasional Prosedur
      • Daftar Informasi Dikecualikan
      • Kerjasama
  • Publikasi
    • Buku
    • Pedum/ Juknis
    • Infografis
  • Reformasi Birokrasi
    • Manajemen Perubahan
    • Deregulasi Kebijakan
    • Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
    • Penataan dan Penguatan Organisasi
    • Penataan Tata Laksana
    • Penataan Sistem Manajemen SDM
    • Penguatan Akuntabilitas
    • Penguatan Pengawasan
  • Kontak

Berita BRMP Perkebunan

Pusat Perakitan dan Modernisasi Perkebunan

Thumb
19 dilihat       20 Juni 2025

Merekatkan Karet Indonesia, Menguatkan Potensi Lokal di Pasar Global

Repost - netralnews.com

Kuntoro Boga Andri Kepala BRMP Perkebunan, Kementan

JAKARTA - Industri karet Indonesia masih memainkan peran penting dalam perekonomian nasional, tidak hanya sebagai sumber devisa tetapi juga sebagai penopang mata pencaharian jutaan petani kecil. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023, nilai ekspor karet alam Indonesia mencapai 2,48 miliar dolar AS (setara Rp 37,2 triliun) dengan volume ekspor sekitar 1,79 juta ton. Industri ini menjadi penguat ekonomi dan perekat sosial lebih dari 2,5 juta petani kecil di Indonesia.

Meskipun demikian, industri karet Indonesia menghadapi berbagai tantangan, termasuk penurunan produktivitas dan luas lahan perkebunan. Data menunjukkan bahwa luas kebun karet Indonesia menurun dari 3,78 juta hektare pada 2021 menjadi 3,15 juta hektare pada 2023. Penurunan ini sebagian besar terjadi pada lahan rakyat, dipicu oleh harga rendah beberapa tahun terakhir. Penurunan area ini mengancam pasokan jangka panjang, terutama karena pohon karet memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mencapai produktivitas optimal.

Selain itu, ketergantungan tinggi pada pasar ekspor juga menjadi tantangan. Sekitar 75–80% produksi karet Indonesia diekspor, menjadikan komoditas ini sangat rentan terhadap gejolak pasar global. Negara tujuan utama ekspor meliputi Jepang, Amerika Serikat, Cina, India, dan Korea Selatan. Namun, ekspor produk olahan seperti karet remah mengalami penurunan signifikan, mencerminkan lemahnya perkembangan industri hilir dalam negeri. Selain itu, regulasi internasional seperti Peraturan Uni Eropa tentang Produk Bebas Deforestasi (EUDR) menambah tantangan bagi industri karet nasional.

Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan petani. Langkah-langkah strategis seperti peningkatan produktivitas melalui adopsi teknologi intensifikasi, pengembangan industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah, serta diversifikasi produk karet menjadi sangat penting. Selain itu, adaptasi terhadap perubahan iklim dan kebijakan global, serta pencarian pasar ekspor baru, dapat membantu menjaga stabilitas dan keberlanjutan industri karet Indonesia. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat mempertahankan posisinya sebagai pemain utama di pasar karet global dan memastikan kesejahteraan para petani karet di masa depan.

Volatilitas Harga dan Faktor Penentu

Harga karet alam global, khususnya jenis TSR20 yang diperdagangkan di Bursa Singapore Commodity Exchange (SICOM), mengalami fluktuasi signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Setelah mencapai puncaknya pada Oktober 2024 di kisaran 215 sen AS/kg, harga mulai menurun secara bertahap. Pada 26 Mei 2025, harga ditutup di level 169,5 sen AS/kg atau sekitar Rp 27.473 per kilogram, mengalami penurunan Rp 347/kg dibandingkan hari sebelumnya. Penurunan ini mencerminkan fluktuasi pasar yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pasokan dan permintaan global.

Salah satu penyebab utama volatilitas harga karet adalah penurunan pasokan dari negara-negara produsen utama seperti Indonesia dan Thailand. Fenomena El Niño yang terjadi pada 2023/2024 menyebabkan kekeringan berkepanjangan, mengganggu produksi karet di wilayah Asia Tenggara. Selain itu, curah hujan tinggi di beberapa daerah, seperti Sumatra Utara, turut menghambat proses penyadapan getah karet, sehingga pasokan bahan olah karet (BOKAR) menjadi terbatas.

Faktor eksternal lainnya yang memengaruhi harga karet termasuk fluktuasi nilai tukar mata uang, harga minyak mentah, dan kebijakan lingkungan global. Misalnya, rencana penerapan Peraturan Uni Eropa tentang Produk Bebas Deforestasi (EUDR) menimbulkan kekhawatiran akan kelangkaan pasokan, yang sempat memicu lonjakan harga menjelang implementasi akhir 2024. Namun, penundaan penerapan aturan tersebut ke 2025 memberikan sedikit kelonggaran bagi pasar.

Dari sisi permintaan, stimulus manufaktur di negara-negara konsumen utama seperti Cina dan India meningkatkan kebutuhan akan karet alam untuk produksi ban dan komponen otomotif lainnya. Namun, ketidakpastian ekonomi global dan perubahan kebijakan perdagangan, seperti tarif impor yang diberlakukan oleh Amerika Serikat, dapat memengaruhi permintaan secara keseluruhan. Sebagai contoh, penundaan tarif impor oleh AS pada April 2025 sempat memberikan dorongan positif bagi harga karet di pasar internasional.

Tantangan Struktural

Industri karet Indonesia tengah menghadapi tantangan serius dalam hal produktivitas. Mayoritas perkebunan dikelola oleh petani kecil yang belum sepenuhnya mengadopsi teknologi intensifikasi. Hal ini menyebabkan produktivitas rata-rata hanya sekitar 1,1 ton per hektare per tahun, jauh di bawah Thailand (~1,8 ton/ha) dan Vietnam (~1,72 ton/ha). Faktor-faktor seperti penggunaan bibit unggul yang terbatas, pemupukan yang tidak optimal, dan keterlambatan dalam peremajaan tanaman turut berkontribusi terhadap rendahnya hasil produksi.

Selain itu, luas lahan perkebunan karet nasional mengalami penurunan signifikan. Data menunjukkan bahwa luas kebun karet Indonesia menurun dari 3,78 juta hektare pada 2021 menjadi 3,15 juta hektare pada 2023. Penurunan ini sebagian besar terjadi pada lahan rakyat, dipicu oleh harga rendah beberapa tahun terakhir. Penurunan area ini mengancam pasokan jangka panjang, terutama karena pohon karet memerlukan waktu bertahun-tahun untuk mencapai produktivitas optimal.

Ketergantungan tinggi pada pasar ekspor juga menjadi tantangan. Sekitar 75–80% produksi karet Indonesia diekspor, menjadikan komoditas ini sangat rentan terhadap gejolak pasar global. Negara tujuan utama ekspor meliputi Jepang, Amerika Serikat, Cina, India, dan Korea Selatan. Namun, tingginya ketergantungan ini menyimpan risiko: saat permintaan melemah atau hambatan dagang muncul, petani dan produsen langsung terkena dampaknya. Selain itu, fenomena El Niño dan La Niña telah terbukti mengganggu produksi karet, dengan penurunan produksi hingga 25% pada semester kedua tahun 1997 akibat El Niño.

Dalam hal ekspor, sekitar 75–80% produksi karet alam Indonesia diekspor ke pasar global. Negara tujuan utama meliputi Jepang, Amerika Serikat, Cina, India, dan Korea Selatan. Namun, ekspor produk olahan seperti karet remah (crumb rubber) mengalami penurunan signifikan, dari sekitar 2,55 juta ton pada 2014 menjadi 1,713 juta ton pada 2023. Hal ini mencerminkan lemahnya perkembangan industri hilir dalam negeri.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, industri karet Indonesia memiliki sejumlah peluang strategis untuk memperkuat posisinya di pasar global. Salah satu langkah penting adalah pengembangan industri hilir, yang dapat meningkatkan nilai tambah produk karet. Selain ban dan sarung tangan, karet dapat diolah menjadi berbagai produk seperti aspal karet untuk infrastruktur jalan, bahan bakar nabati, biokomposit, dan barang konsumen bernilai tinggi. Pembangunan pabrik crumb rubber, latex concentrate, atau produk antara lainnya dapat meningkatkan harga jual dan stabilitas pendapatan.

Diversifikasi produk karet juga menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing. Inovasi seperti nanokomposit karet, pengembangan ban ramah lingkungan, dan pemanfaatan serat karet untuk material bangunan memberikan peluang baru. Karet juga potensial dimanfaatkan dalam industri bioenergi dan pertanian. Permintaan global untuk produk karet teknis seperti sealant, hose, atau conveyor belt terus meningkat, dan Indonesia bisa menjadi pemain kunci jika mampu mengembangkan produk-produk ini secara serius.

Prev Next

- PSI Perkebunan


Pencarian

Berita Terbaru

  • Thumb
    Genteng Peujit, Si Tanaman Kaya Manfaat
    19 Jun 2025 - By PSI Perkebunan
  • Thumb
    Masa Depan Industri Tembakau Indonesia
    19 Jun 2025 - By PSI Perkebunan
  • Thumb
    BRMP Perkebunan Tingkatkan Pemahaman Regulasi lewat Sosialisasi oleh BRMP Kementan
    17 Jun 2025 - By PSI Perkebunan
  • Thumb
    Masa Depan Hilirisasi dan Ekspor Kelapa Indonesia
    16 Jun 2025 - By PSI Perkebunan

tags

BRMP Perkebunan Karet

Kontak

(0251) 8313083; WA: 085282566991
(0251) 8336194
[email protected]

Jl. Tentara Pelajar No. 1
Bogor 16111 - Jawa Barat
Indonesia
16111

website: https://perkebunan.brmp.pertanian.go.id/

© 2025 - 2025 Pusat Perakitan dan Modernisasi Perkebunan. All Right Reserved