
Tembakau Indonesia: Antara Tradisi dan Inovasi Masa Depan
Repost - netralnews.com
Kuntoro Boga Kepala PSI Perkebunan, Kementan
JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Tembakau telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas ekonomi dan budaya Indonesia. Dari Madura hingga Kota Bima, komoditas ini tidak hanya menjadi penopang kehidupan jutaan petani tetapi juga simbol kekayaan tradisi lokal.
Berdasarkan data FAOSTAT, produksi tembakau Indonesia pada tahun 2023 mencapai 238,8 ribu ton, meningkat 7,62% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan kontribusi 4,2% terhadap total produksi dunia. China masih memimpin sebagai produsen terbesar dengan produksi 2,1 juta metrik ton, mencakup 36,7% dari total produksi dunia, diikuti oleh India (830 ribu metrik ton, 12,5%) dan Brasil (740 ribu metrik ton, 11,1%).
Dari sisi ekonomi, tembakau memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara melalui cukai dan ekspor. Pada tahun 2023, penerimaan negara dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) mencapai Rp213,48 triliun, dengan target meningkat menjadi Rp230,4 triliun pada tahun 2024. Pada tahun 2023, nilai ekspor tembakau saja (diluar rokok dan produk turunan) mencapai sekitar Rp3,28 triliun.
Saat ini, sekitar 99,6% produksi tembakau nasional berasal dari perkebunan rakyat, yang melibatkan sekitar 2,3 juta kepala keluarga petani dengan luas areal pertanaman sekitar 200 ribu hektar per tahun. Meskipun kontribusinya besar, industri tembakau menghadapi tantangan serius berupa fluktuasi harga, masalah budidaya, perubahan permintaan global, serta regulasi yang semakin ketat.
Hal ini menambah kompleksitas bagi petani kecil, yang tetap menjadi tulang punggung industri tembakau nasional. Kedepan upaya peningkatan produktivitas dan diversifikasi produk tembakau Indonesia dapat meningkatkan potensi ekonomi dan membuka peluang bersaing di pasar global.
Tembakau Lokal: Kekayaan dan Tantangan
Tembakau lokal Indonesia memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki negara lain. Varietas seperti tembakau Deli untuk cerutu, tembakau Temanggung dengan kandungan nikotin tinggi, dan tembakau Madura untuk sigaret kretek telah dikenal luas di pasar internasional.
Keberagaman ini mencerminkan adaptasi panjang terhadap agroekosistem setempat, didukung oleh keahlian tradisional petani yang diwariskan secara turun-temurun. Dengan kekayaan varietas ini, Indonesia tetap menjadi salah satu produsen tradisional tembakau terbesar di dunia dan menawarkan produk mulai dari tembakau rajangan hingga cerutu premium.
Namun, industri tembakau Indonesia menghadapi tantangan besar. Regulasi global seperti Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) telah memperketat aturan terkait produksi, pemasaran, dan konsumsi tembakau. Kampanye antirokok yang masif dan meningkatnya kesadaran akan bahaya kesehatan telah mengurangi permintaan domestik dan internasional.
Selain itu, penggunaan pestisida yang intensif dalam budidaya tembakau menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan, seperti degradasi lahan dan ancaman terhadap keberlanjutan ekosistem.
Tantangan lainnya datang dari pertumbuhan penggunaan tembakau elektrik atau vape sebagai substitusi rokok. Vape, yang sering dianggap sebagai alternatif modern dan "lebih aman," semakin populer di kalangan masyarakat, terutama generasi muda. Naun, laporan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mencatat bahwa penggunaan vape dapat menyebabkan gangguan paru-paru, seperti E-cigarette or Vaping Use-Associated Lung Injury (EVALI).
CDC juga menyoroti potensi ketergantungan nikotin akibat konsentrasi nikotin yang tinggi dalam cairan vape. Artikel kesehatan yang diterbitkan oleh jurnal seperti The Lancet Respiratory Medicine juga menguraikan risiko kesehatan yang terkait dengan penggunaan vape, termasuk dampak jangka panjang pada paru-paru dan sistem kardiovaskular.
Selain itu, regulasi terhadap produk Vape ini masih kurang ketat di Indonesia, membuka peluang untuk penyalahgunaan dan distribusi ilegal. Kemunculan vape juga menjadi ancaman nyata bagi industri tembakau tradisional, menggeser pola konsumsi masyarakat dari produk berbasis tembakau asli ke produk berbasis cairan.
Dari sisi produktivitas, Indonesia masih tertinggal dibandingkan beberapa negara lain. Produktivitas tembakau di Indonesia, yang berkisar 1.124 kg per hektar, jauh di bawah Italia yang mencapai 3.189 kg per hektar. Jawa Timur menjadi provinsi penghasil terbesar dengan produksi 109 ribu ton, hampir setengah dari total produksi nasional, diikuti oleh Nusa Tenggara Barat (60,6 ribu ton) dan Jawa Tengah (52,7 ribu ton).
Perbedaan produktivitas ini mencerminkan adanya tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan efisiensi budidaya melalui teknologi dan inovasi.
Inovasi dalam pengembangan varietas unggul seperti Prancak T1 dan T2 menjadi angin segar bagi industri ini. Varietas tersebut menawarkan produktivitas tinggi, ketahanan terhadap penyakit, dan kualitas yang memenuhi standar global.
Selain itu, pengembangan teknologi budidaya yang ramah lingkungan seperti penggunaan vermikompos memberikan potensi untuk meningkatkan hasil panen sekaligus menjaga kelestarian lahan. Dengan langkah-langkah ini, petani memiliki peluang untuk meningkatkan pendapatan di tengah tantangan yang terus meningkat.
Transformasi Melalui Inovasi
Industri tembakau Indonesia terus berupaya beradaptasi dengan perubahan zaman. Diversifikasi produk menjadi salah satu strategi utama untuk mempertahankan relevansi komoditas ini di pasar global. Pengembangan tembakau untuk keperluan farmasi, pestisida nabati, bahkan protein antikanker menawarkan peluang besar untuk mengurangi ketergantungan pada pasar rokok.
Selain itu, penelitian varietas unggul dan penerapan praktik pertanian berkelanjutan diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan daya saing tembakau Indonesia. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, tembakau tetap menjadi komponen penting dalam perekonomian dan budaya nasional.
Di balik tantangan yang dihadapi, tersimpan peluang besar yang dapat dimanfaatkan. Inovasi teknologi ramah lingkungan, seperti penggunaan vermikompos dan pirolisis, telah membuktikan efektivitasnya dalam meningkatkan produktivitas di lahan marginal. Teknologi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi produksi, tetapi juga membantu menjaga kelestarian ekosistem. Dengan adopsi teknologi semacam ini, tembakau dapat menjadi bagian dari solusi berkelanjutan, bukan sekadar masalah yang harus dihadapi.
Untuk mencapai masa depan yang berkelanjutan, sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan petani menjadi kunci. Pemerintah perlu memperkuat regulasi yang mendukung keberlanjutan, seperti mendorong penggunaan pupuk organik dan teknologi budidaya modern.
Di sisi lain, kemitraan dengan petani harus diperkuat untuk memastikan stabilitas harga, kualitas hasil panen, dan kesejahteraan petani. Dengan dukungan yang tepat, para petani dapat menjadi tulang punggung industri tembakau yang lebih tangguh dan berdaya saing.
Tembakau adalah bagian dari warisan budaya Indonesia yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah bangsa. Namun, agar tetap relevan, warisan ini harus diadaptasi dengan tantangan zaman. Dengan inovasi, diversifikasi, dan pendekatan berkelanjutan, industri tembakau Indonesia dapat terus menjadi pilar ekonomi nasional sekaligus meminimalkan dampak negatifnya.
Saatnya melihat tembakau bukan hanya sebagai bagian dari masa lalu, tetapi juga sebagai aset masa depan yang mendukung kesejahteraan petani, penguatan ekonomi, dan pelestarian lingkungan.