Intip Potensi Bisnis Wijen di Indonesia
Repost okefinance – Intip Potensi Bisnis Wijen di Indonesia
JAKARTA - Indonesia masih mengimpor biji wijen sekitar 3.000 ton atau senilai Rp100 miliar. Padahal kebutuhan wijen di Tanah Air sangat besar, sehingga penting untuk diproduksi dalam negeri.
Kepala Pusat Standar Instrumen Perkebunan, Kementan, Kuntoro Boga Andri mengungkapkan, camilan pasar seperti onde-onde, mochi, atau minyak seasoning biasanya mengandung biji wijen. Biji wijen telah menjadi bagian penting dari tradisi kuliner di Asia selama berabad-abad.
Di Yunani dan Turki, biji wijen menjadi bahan utama dalam banyak resep. Di Asia Timur, Jepang dan Korea memanfaatkan biji wijen dalam bentuk biji utuh, pasta, dan minyak untuk berbagai hidangan. Di Afrika, biji wijen yang dihaluskan sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam masakan berbasis ikan atau sup.
Wijen (Sesamum indicum) telah dibudidayakan sejak ribuan tahun lalu dan diakui sebagai salah satu tanaman penghasil minyak tertua dalam sejarah peradaban manusia. Di Indonesia, wijen banyak dikembangkan di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara.
Wilayah-wilayah ini memiliki kondisi iklim dan tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman wijen, terutama daerah dengan curah hujan yang relatif rendah dan suhu hangat. Beberapa sentra produksi wijen juga dapat ditemukan di daerah-daerah lain dengan kondisi serupa, di mana pertanian wijen biasanya dikelola secara tradisional oleh petani lokal.
“Sayangnya, meskipun kaya akan manfaat dan nilai jual, wijen masih sering diabaikan dan masih dalam skala pengembangan pertanian lokal. Potensi wijen sebagai komoditas yang adaptif dan tahan iklim kering belum dimanfaatkan secara optimal,” ujar Boga dalam keterangannya, Senin (4/11/2024).
Wijen kaya akan protein, serat, vitamin E, kalsium, magnesium, serta berbagai antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan. Selain itu, minyak yang dihasilkan dari biji wijen memiliki kandungan lemak tak jenuh yang tinggi, menjadikannya pilihan sehat sebagai bahan pangan.
Dalam perdagangan global, India merupakan negara utama eksportir wijen dengan pangsa pasar sebesar 21%, diikuti oleh Sudan dan Ethiopia. Sementara negara importir terbesar adalah China dengan pangsa 27%, diikuti oleh Jepang 13%, dan Turki 8%.
Produksi wijen nasional di Indonesia saat ini masih tergolong rendah, dengan total produksi hanya mencapai 1.475 ton per tahun dan luas tanam sekitar 3.200 hektar.
“Produktivitas dari budidaya wijen oleh petani Indonesia pun belum optimal, rata-rata berkisar antara 0,5 hingga 1 ton per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa potensi hasil dari budidaya wijen masih jauh dari target yang diharapkan,” ujarnya.
Sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, Kementerian Pertanian melalui Pusat Standarisasi Perkebunan dan Balai Komoditas Standarisasi Tanaman Pemanis dan Serat telah berhasil mengembangkan dan memperkenalkan varietas unggul dengan potensi hasil yang lebih tinggi. Varietas-varietas unggul ini mampu mencapai produktivitas antara 1,5 hingga 2 ton per hektar. Dengan penerapan teknologi budidaya modern yang disarankan oleh Kementerian Pertanian, para petani dapat meningkatkan hasil panen secara signifikan.
Usahatani wijen di Indonesia menunjukkan bahwa dengan budidaya wijen menggunakan varietas unggul, return on investment (ROI) yang dapat dicapai mencapai 40,82%. potensi keuntungan yang signifikan per hektar. Data dari Kabupaten Sukoharjo, sistem tanam monokultur wijen menghasilkan produksi rata-rata 772 kg per hektar dengan harga jual Rp6.000 per kg, sehingga total penerimaan mencapai Rp4.632.000 per hektar.
Setelah dikurangi biaya sarana produksi sebesar Rp332.508 dan biaya tenaga kerja Rp646.333, pendapatan bersih yang diperoleh petani adalah Rp3.653.159 per hektar. Angka ini menunjukkan bahwa usaha budidaya wijen merupakan pilihan usaha pertanian yang cukup menguntungkan, apalagi ditanam dimusim kering dan minimal input telah memberikan peluang bagi petani untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Penerapan varietas unggul dan praktik budidaya yang lebih efisien juga membuka peluang bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan impor biji wijen dan memperkuat posisi sebagai produsen wijen yang kompetitif di pasar global. Selain itu, tanaman wijen memiliki risiko gagal panen yang lebih kecil karena tahan terhadap kekeringan, hama uret, dan tidak disukai oleh hama seperti babi dan kera. Oleh karena itu, penyuluhan, pelatihan, dan dukungan teknologi kepada petani menjadi langkah strategis yang perlu terus dikembangkan untuk memastikan adopsi yang luas dan peningkatan produktivitas secara berkelanjutan.
Hingga saat ini, telah dilepas enam varietas unggul wijen unggulan oleh Keenterian Pertanian, yaitu Sbr-1, Sbr-2, Sbr-3, Sbr-4, Winas-1, dan Winas-2. Namun, kendala yang sering dihadapi dalam pengembangan adalah banyak petani belum memahami teknik budidaya wijen secara efektif, mulai dari pemilihan benih unggul hingga teknik pascapanen yang tepat. Selain itu, akses ke pasar dan industri pengolahan hasil panen wijen masih terbatas, membuat petani ragu untuk mengembangkan tanaman ini secara lebih luas.
Oleh : Kuntoro Boga Andri – Kepala PSI Perkebunan, Kementan