
Jejak Sejarah Modernisasi Perkebunan: Refleksi Seorang Penyuluh Pertanian di Tengah Arus Perubahan
Repost - kompasiana.com
R. Dani Medionovianto, Penyuluh Pertanian Ahli Madya, BRMP Perkebunan
Hari ini, kita hidup di tengah pusaran perubahan yang begitu cepat. Di sektor pertanian, yang juga termasuk perkebunan, dinamika kelembagaan telah menjadi bagian dari perjalanan panjang bangsa ini dalam membangun kemandirian pangan dan daya saing produk-produk unggulannya. Salah satu titik penting dari perjalanan itu kini berada di pundak Pusat Perakitan dan Modernisasi Pertanian Perkebunan (BRMP Perkebunan, penyebutan ini kesepakatan untuk coorporate management dan organisasi), sebuah unit kerja eselon II di bawah Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian, Kementerian Pertanian, yang resmi lahir pada 8 Januari 2025.
Namun, BRMP Perkebunan bukanlah berdiri di ruang kosong. Ia bertumbuh dari akar sejarah yang panjang, sejak zaman kolonial hingga kini, yang menunjukkan bagaimana peran ilmu pengetahuan, pengujian, dan teknologi telah mewarnai pembangunan sektor perkebunan di Indonesia.
Dari Cultuurtuin ke Pusat Perakitan dan Modernisasi
Tak banyak institusi pemerintah yang punya jejak sejarah panjang seperti yang satu ini. Di balik gedung di Jalan Tentara Pelajar No. 1, Bogor, tersimpan riwayat panjang sebuah lembaga yang kini bernama Pusat Perakitan dan Modernisasi Pertanian Perkebunan (BRMP Perkebunan). Lembaga ini sejatinya bukan "pemain baru" dalam dunia pertanian Indonesia. Ini adalah hasil dari perjalanan panjang, dari era kolonial hingga era digital.
Kalau kita mundur jauh ke belakang, sejarah lembaga ini dimulai dari tahun 1876, ketika masih bernama Cultuurtuin, atau yang secara harfiah berarti "Kebun Alam". Saat itu, lembaga ini berada di bawah pengelolaan Kebun Raya Bogor dan menjadi pusat eksperimen tanaman perdagangan yang sangat penting bagi pemerintah kolonial. Bayangkan, lebih dari seabad lalu, tempat ini sudah memainkan peran sebagai pusat ilmu dan inovasi di bidang perkebunan.
Prasasti Cultuurtuin menjadi bukti sejarah adanya BRMP Perkebunan. (Foto: Dok. Pribadi)
Seiring dengan perubahan politik dan kebutuhan zaman, organisasi ini beberapa kali berganti wajah dan nama. Dari Algemeen Proefstation voor de Landbouw, lalu menjadi Bagian Tanaman Dagang, hingga bergabung dalam Lembaga Penelitian Tanaman Serat, Kelapa, bahkan Tanaman Lemak. Setiap transformasi membawa misi baru, tapi tetap berakar pada satu hal: meningkatkan daya saing dan keberlanjutan sektor perkebunan Indonesia.
Masuk ke era reformasi, tepatnya tahun 1979 hingga 2001, lembaga ini menjadi bagian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) dan dikenal sebagai Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Kemudian, nama Puslitbang Perkebunan menjadi identitas yang cukup lama melekat hingga tahun 2022, sebelum akhirnya berubah menjadi Pusat Standardisasi Instrumen Perkebunan, seiring dengan reorganisasi kelembagaan di tubuh Kementerian Pertanian.
Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Rempah, Obat dan Aromatik di Bogor (Foto: Dok. Pribadi)
Kini, memasuki babak baru sebagai Pusat Perakitan dan Modernisasi Pertanian Perkebunan, lembaga ini mengemban peran strategis: merakit dan memodernisasi teknologi pertanian khususnya di sektor perkebunan. Dengan dukungan empat Unit Pelaksana Tugas (UPT): Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Rempah, Obat dan Aromatik (BRMP TROA), Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Pemanis dan Serat (BRMP TAS), Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Palma (BRMP Palma) dan Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Industri dan Penyegra (BRMP TRI), institusi ini bergerak lebih adaptif terhadap tantangan zaman, termasuk transformasi digital, mekanisasi, dan standarisasi alat-alat pertanian modern.
Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Palma di Sulawesi Utara (Foto: Dok. Pribadi)
Sebagai bagian dari Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian, BRMP Perkebunan tidak lagi sekedar "melanjutkan tradisi", tetapi benar-benar menjadi motor penggerak modernisasi sektor perkebunan nasional. Inovasi bukan hanya soal varietas unggul atau teknik budidaya baru, tapi juga soal bagaimana pertanian bisa lebih efisien, presisi, dan berkelanjutan. Dari kelapa hingga kopi, dari hulu ke hilir, pusat ini bekerja memastikan bahwa petani dan pelaku industri bisa bergerak maju bersama zaman.
Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Pemanis dan Serat di Malang (Foto: Dok. Pribadi)
Apa yang bisa kita pelajari dari perjalanan panjang ini? Bahwa institusi bisa tumbuh, berubah, bahkan berganti nama berkali-kali, tapi misi dasarnya tetap hidup: mengabdi pada pertanian Indonesia. Dari Cultuurtuin di era kolonial, hingga pusat modernisasi di era pertanian cerdas, lembaga ini menjadi bukti bahwa keberlanjutan lahir dari adaptasi dan dedikasi. Dan siapa tahu, sejarah panjang ini justru baru saja memulai babak terpentingnya.
Perubahan sebagai Jawaban dari Tuntutan Zaman
Perubahan nama dan struktur bukan sekadar administrasi. Ia mencerminkan dinamika tuntutan zaman, bahwa pertanian, terutama perkebunan, tidak cukup hanya ditopang oleh penelitian dan produksi semata, tetapi juga harus diarahkan pada percepatan adopsi teknologi, efisiensi produksi, dan kesiapan menghadapi pasar global. Di sinilah peran modernisasi menjadi mutlak.
Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Industri dan Penyegar di Sukabumi (Foto: Dok. Pribadi)
Di Tengah Arus Modernisasi, Di Sini Kami Berdiri: Para Penyuluh
Sebagai seorang penyuluh pertanian, saya melihat transformasi ini bukan hanya sebagai wacana struktural dari pusat. Ia berdampak langsung pada cara kami bekerja di lapangan. Jika dahulu kami mendampingi petani dari sisi teknis budi daya dan manajemen usaha tani, kini kami juga dituntut menjadi jembatan antara teknologi dan realitas petani.
Dengan lahirnya BRMP Perkebunan, akan hadir beragam inovasi dan teknologi baru, mulai dari mesin pengolahan hasil, alat panen yang efisien, hingga sistem informasi berbasis digital. Namun pertanyaannya, apakah petani kita siap? Siapa yang akan memastikan teknologi itu tidak hanya dipajang di etalase proyek, tapi benar-benar digunakan di sawah dan kebun?
Satu Komando Penyuluhan: Momentum Penguatan atau Tantangan?
Kini, penyuluh pertanian daerah pun mengalami perubahan besar. Melalui kebijakan terbaru, penyuluh pertanian yang sebelumnya berada di bawah pemerintah daerah telah ditarik ke dalam satu komando langsung di bawah Kementerian Pertanian. Tujuannya tentu mulia: memperkuat sinergi, memastikan standardisasi program, dan mempercepat implementasi teknologi secara nasional.
Namun langkah ini juga membawa konsekuensi. Penyuluh di daerah kini dituntut lebih adaptif terhadap program nasional, tanpa kehilangan sensitivitas terhadap kebutuhan lokal. Koordinasi lintas level birokrasi menjadi tantangan tersendiri. Maka, sinergi antara pusat dan daerah harus benar-benar hidup, bukan sekadar formalitas.
Bagi kami para penyuluh, langkah ini kami maknai sebagai kesempatan untuk memperkuat peran strategis, asalkan didukung dengan pelatihan yang relevan, fasilitas yang memadai, serta ruang untuk menyampaikan aspirasi dari lapangan. Kami ingin menjadi penyuluh yang bergerak cepat, responsif, dan berdaya guna di era modernisasi ini.
Bapak Wakil Menteri Pertanian bersama para penyuluh di Kecamatan Pomulutan Sumatera Selatan dalam sebuah acara Kunjungan Kerja. (Foto: Dok. Pribadi)
Harapan dan Arah ke Depan
Modernisasi pertanian tidak boleh meninggalkan petani kecil. Teknologi yang dihasilkan harus ramah skala usaha, mudah dioperasikan, dan disesuaikan dengan kondisi sosial-budaya lokal. Di sini peran penyuluh sebagai penerjemah konteks sangat vital.
Komoditas perkebunan Indonesia memiliki nilai luar biasa, bukan hanya sebagai penopang ekonomi rumah tangga petani, tetapi juga sebagai kontributor utama dalam neraca perdagangan nasional. Produk seperti kelapa, kelapa sawit, karet, kopi, kakao, dan rempah-rempah telah lama menjadi tulang punggung ekspor non-migas Indonesia. Tahun demi tahun, nilai ekspor dari sektor perkebunan menyumbang devisa dalam jumlah besar dan menciptakan peluang kerja di berbagai wilayah.
Oleh karena itu, arah kebijakan perakitan teknologi dan modernisasi di sektor ini menjadi sangat strategis. Kita tidak hanya berbicara soal alat dan mesin, tapi tentang daya saing bangsa. Di sinilah letak pentingnya peran institusi seperti BRMP Perkebunan, sebagai penggerak transformasi teknologi yang mampu menjawab kebutuhan global sekaligus memberdayakan petani lokal.
BRMP Perkebunan menjadi simbol bahwa negara hadir untuk mendorong sektor pertanian melompat lebih jauh. Dan kami, para penyuluh, siap untuk terus menjadi bagian dari lompatan itu, menyambung gagasan besar dari pusat dengan denyut kehidupan petani di pelosok negeri.